Bangga MelayaniBerakhlak

PTUN Yogyakarta Ikuti Diskusi Reboan Seri ke-42: Membedah Tantangan dan Peluang Sengketa TUN Pertanahan di Era Sertifikat Tanah Elektronik

Whatsapp image 2025 07 18 at 09.51.23

Yogyakarta, 16 Juli 2025 — Transformasi digital di bidang pertanahan dan peradilan kembali menjadi sorotan dalam Diskusi Reboan Seri ke-42 yang mengangkat tema “Peluang dan Tantangan Sengketa Tata Usaha Negara Pertanahan Pasca Kebijakan Sertifikat Tanah Elektronik”. Kegiatan yang diselenggarakan secara nasional ini menghadirkan dua narasumber utama dari institusi strategis, dan turut diikuti oleh jajaran pimpinan serta hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta, termasuk Ketua PTUN Yogyakarta, Dr. Nelvy Christin, S.H., M.H., Wakil Ketua, Sarjoko, S.H., M.H., dan para Hakim PTUN Yogyakarta.

Diskusi kali ini menghadirkan Shamy Ardian, S.T., M.Eng., Sekretaris Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Kementerian ATR/BPN, sebagai pembicara utama yang memaparkan implementasi Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2023 tentang penerbitan dokumen elektronik. Sementara itu, Yang Mulia Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H., Ketua Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI, hadir sebagai keynote speaker yang memberikan perspektif yudisial terhadap kebijakan tersebut.

Dalam paparannya, Shamy Ardian menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat tanah elektronik merupakan bagian dari visi besar transformasi digital pertanahan yang tengah digalakkan oleh Kementerian ATR/BPN. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan publik, mengurangi potensi sengketa ganda, serta memberikan kemudahan akses dan pengawasan terhadap data kepemilikan tanah secara nasional.

Whatsapp image 2025 07 18 at 09.51.27

Namun, dalam konteks hukum administrasi negara, penerbitan dokumen elektronik ini membawa tantangan baru, terutama dalam hal pembuktian keputusan tertulis sebagai elemen fundamental dalam sengketa Tata Usaha Negara (TUN). Sertifikat tanah elektronik yang diterbitkan melalui sistem digital memunculkan dinamika baru dalam penilaian keabsahan dan legalitas keputusan administratif di hadapan pengadilan.

Prof. Yulius, dalam pidato kuncinya, menegaskan pentingnya sinkronisasi dan sinergi antara lembaga eksekutif dan yudikatif, khususnya dalam menjamin bahwa proses transformasi digital tidak meninggalkan prinsip-prinsip dasar hukum administrasi negara. Ia menyampaikan bahwa peradilan TUN memiliki peran strategis dalam menjaga agar kebijakan digital tetap berlandaskan hukum dan menghindari potensi maladministrasi yang merugikan warga negara.

Lebih lanjut, diskusi juga menyoroti pentingnya membangun keselarasan sistem dan pemahaman antar institusi, baik di internal Kementerian ATR/BPN maupun lembaga peradilan. Hal ini diperlukan guna menjembatani kesenjangan pemahaman hukum (bridging the legal gap), terutama menyangkut konsep “keputusan tertulis” dalam format digital, yang harus memenuhi syarat formal maupun materiil sesuai prinsip-prinsip hukum administrasi.

Whatsapp image 2025 07 18 at 09.51.28 (1)

Para peserta juga mengkaji beberapa isu strategis, antara lain implikasi hukum apabila terjadi perbedaan data antara sertifikat elektronik dengan dokumen pendukung lainnya, serta kemungkinan perluasan kewenangan peradilan TUN dalam menangani sengketa yang timbul dari sistem pertanahan digital. Diskusi ini membuka ruang refleksi mendalam bagi hakim dan praktisi hukum untuk terus memperbarui pemahaman dan interpretasi terhadap dinamika regulasi yang berkembang pesat di era digital.

Bagi PTUN Yogyakarta, keikutsertaan dalam forum Diskusi Reboan ini menjadi bagian penting dari proses penguatan kapasitas yudisial, sekaligus bentuk keseriusan lembaga dalam menyelaraskan pemahaman antara hukum normatif dan realitas teknologis. Ketua PTUN Yogyakarta, Dr. Nelvy Christin, menilai bahwa forum semacam ini sangat strategis untuk mendorong kesiapan aparatur peradilan dalam menghadapi perkara-perkara baru yang berbasis digitalisasi administrasi publik.

Dengan berlangsungnya Diskusi Reboan Seri ke-42 ini, diharapkan para aparat penegak hukum, termasuk di lingkungan PTUN Yogyakarta, dapat semakin adaptif, progresif, dan kolaboratif dalam merespons perubahan kebijakan berbasis teknologi, tanpa mengabaikan nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat.