Rabu, 23 Mei 2024, Mahkamah Agung (MA) melalui Kamar Pembinaan mengadakan Rapat Konsultasi Publik (Sesi 1) terkait Rancangan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) tentang Pedoman Mengadili Perkara bagi Penyandang Disabilitas di Pengadilan. Acara yang berlangsung di Hotel Grand Rohan Yogyakarta ini menjadi tonggak penting dalam upaya meningkatkan aksesibilitas dan keadilan bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
Rapat ini dihadiri secara luring oleh jajaran Mahkamah Agung yang terdiri dari Ketua Kamar Pembinaan MA, pejabat eselon 1, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama dan Banding se-wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), serta perwakilan dari berbagai instansi lain seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kejaksaan Tinggi, Kepolisian Daerah DIY, dan sejumlah organisasi non-pemerintahan (NGO). Secara daring, rapat ini juga diikuti oleh satuan kerja (satker) dari empat lingkungan peradilan dan instansi lainnya, serta beberapa NGO yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) dan perlindungan hukum penyandang disabilitas.
Rapat dimulai dengan sambutan dari Ketua Kamar Pembinaan MA yang menyampaikan pentingnya penyusunan pedoman ini untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas mendapatkan perlakuan yang adil dan setara di dalam sistem peradilan. “Kita harus memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang disabilitas, memiliki akses yang sama terhadap keadilan. Rancangan Perma ini adalah wujud komitmen kita untuk mewujudkan peradilan yang inklusif dan adil bagi semua,” ujar beliau.
Selanjutnya, rapat berfokus pada pembahasan berbagai aspek dari Rancangan Perma tersebut. Dalam sesi ini, banyak masukan dan saran yang diberikan oleh para peserta, baik secara luring maupun daring. Interaksi yang dinamis dan konstruktif ini menunjukkan antusiasme dan kepedulian yang tinggi dari berbagai pihak terhadap isu aksesibilitas dalam peradilan.
Perwakilan dari NGO yang bergerak di bidang HAM dan perlindungan hukum penyandang disabilitas, misalnya, menekankan pentingnya pelatihan khusus bagi hakim dan aparat peradilan lainnya agar lebih sensitif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas. Mereka juga menyarankan agar pedoman ini mencakup mekanisme yang jelas untuk mengidentifikasi dan mengakomodasi kebutuhan khusus dari penyandang disabilitas selama proses peradilan.
Perwakilan dari Kepolisian Daerah DIY dan Kejaksaan Tinggi DIY juga memberikan pandangan mereka, menyoroti perlunya koordinasi yang lebih baik antara berbagai lembaga penegak hukum untuk memastikan implementasi pedoman ini berjalan efektif. Sementara itu, Bappenas menyoroti pentingnya dukungan anggaran dan sumber daya untuk mengimplementasikan pedoman tersebut.
Ketua PTUN Yogyakarta, Dr. Agus Budi Susilo, S.H., M.H., yang hadir dalam kegiatan tersebut, menyatakan dukungannya terhadap inisiatif ini. “Kami di PTUN Yogyakarta sangat mendukung upaya untuk meningkatkan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Pedoman ini akan menjadi panduan penting bagi kami dalam memastikan bahwa setiap individu mendapatkan perlakuan yang adil dan setara di pengadilan,” ujar Dr. Agus Budi Susilo.
Tujuan utama dari rapat konsultasi publik ini adalah untuk memenuhi prinsip keterbukaan dan akuntabilitas dalam penyusunan peraturan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Melalui konsultasi ini, Mahkamah Agung berharap dapat menyusun Perma yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan semua pihak, khususnya penyandang disabilitas.
Rapat ini merupakan langkah awal yang sangat penting dalam perjalanan menuju peradilan yang lebih inklusif. Setelah sesi konsultasi publik ini, diharapkan bahwa masukan yang diperoleh dapat diakomodasi dalam rancangan akhir Perma, sehingga pedoman yang dihasilkan benar-benar dapat menjawab tantangan dan kebutuhan di lapangan.
Dengan berlangsungnya rapat konsultasi publik ini, Mahkamah Agung menunjukkan komitmen yang kuat untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan peradilan di Indonesia. Semoga upaya ini dapat membawa perubahan positif dan signifikan dalam sistem peradilan kita, sehingga setiap individu, termasuk penyandang disabilitas, dapat merasakan keadilan yang sebenarnya.