
Yogyakarta – Rabu, 3 Desember 2025 — Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta kembali menggelar rapat lanjutan penyempurnaan Risk Register tahun 2026 sebagai bagian dari pembangunan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) dan strategi penguatan Zona Integritas menuju predikat WBK/WBBM. Rapat yang berlangsung di Ruang Sidang Utama PTUN Yogyakarta tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua PTUN Yogyakarta, didampingi Ketua PTUN Yogyakarta, serta dihadiri oleh para koordinator, anggota tim Hakim, Kepaniteraan, Kesekretariatan, dan Tim Pembangunan Integritas serta Audit Internal.
Pada kesempatan tersebut, Wakil Ketua PTUN Yogyakarta menekankan kembali pentingnya penyusunan Risk Register yang terukur dan sesuai dengan metodologi yang ditetapkan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung. Ia menjelaskan bahwa seluruh komponen pengadilan harus memiliki persepsi yang selaras dalam melakukan identifikasi risiko, penilaian risiko bawaan, penentuan kategori risiko eksisting, hingga penyusunan langkah mitigasi. Risk Register tahun 2026 juga memuat seluruh bisnis proses PTUN Yogyakarta sehingga pemetaan risiko dapat dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan dari tahun sebelumnya.

Sejumlah capaian dalam pengendalian risiko turut dipaparkan oleh Tim Hakim yang mengonfirmasi adanya perbaikan pada beberapa objek risiko, khususnya pada aspek pencegahan penyuapan melalui pelaksanaan sidang berbasis elektronik (e-Court), tayangan video profil anti-penyuapan, serta penandatanganan pakta integritas oleh seluruh aparatur. Kegiatan yang memiliki potensi risiko lebih tinggi seperti penanganan perkara, penetapan pihak ketiga, hingga pelaksanaan pemeriksaan setempat masih menjadi fokus utama karena bersinggungan langsung dengan pelayanan publik dan memiliki dampak yang signifikan terhadap peradilan.
Ketua PTUN Yogyakarta dalam arahannya menuturkan bahwa proses manajemen risiko tidak boleh berdiri sendiri ataupun terputus dari upaya mitigasi yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya. Menurutnya, setiap langkah pencegahan yang terbukti efektif harus terus diintegrasikan dan dikembangkan selama masih relevan dengan dinamika pelayanan peradilan. Beliau juga mengingatkan pentingnya konsistensi antara data, pengalaman lapangan, serta dokumentasi risiko sebagai dasar penyusunan Risk Register. Selain itu, penilaian risiko harus memperhatikan proporsionalitas antara unit bisnis inti dan unit pendukung karena setiap fungsi memiliki potensi dan konsekuensi risiko yang berbeda.

Ketua juga meminta agar penentuan tingkat dampak dilakukan secara akurat dan tidak berlebihan, khususnya bagi risiko di bidang kesekretariatan yang tidak berkaitan langsung dengan kemungkinan timbulnya kerugian negara dalam jumlah besar. Dengan demikian, Risk Register dapat menjadi instrumen kontrol yang efektif dan mencerminkan kondisi nyata yang dihadapi satuan kerja.
Melalui rapat lanjutan ini, PTUN Yogyakarta kembali meneguhkan komitmennya dalam memperkuat budaya integritas serta meningkatkan sistem pengendalian internal. Penyempurnaan Risk Register 2026 menjadi wujud nyata upaya lembaga dalam membangun pelayanan publik yang transparan, akuntabel, serta bebas dari praktik penyuapan. Harapannya, seluruh rangkaian proses manajemen risiko dapat diselesaikan sesuai target waktu dan memberikan landasan kuat bagi peningkatan kualitas layanan peradilan di tahun mendatang.





